This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Sabtu, 24 Agustus 2013

NABI ADAM AS

  1. NABI ADAM AS.
Menyebut nama Nabi Adam Alaihissalam (AS), maka akan terlintas dalam benak pikiran manusia, sosok manusia pertama cerdas (berakal) yang diciptakan Allah SWT. kisah penciptaan Adam terdapat dalam surah Al-Baqarah [2] ayat 30.
“Ingatlah ketika Tuhamu berfirman kepada para Malaikat, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: “mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang-orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS Al-Baqarah [2]: 30)
               
Selain ayat di atas, masih banyak lagi ayat-ayat AlQuran yang menceritakan tentang kisah penciptaan Nabi Adam AS. Dalam AlQuran, nama Adam disebut sebanyak 25 kali, dan kisahnya antara lain dipaparkan dalam surah Al-Baqarah [2]: 30-39, Al-A’raf [7]: 11-25, Al-Hijr [15]: 26-38, Al-Isra’ [17]: 61-65, Thaha [20]: 115-127, dan Shad [38]: 71-78.
Secara umum disebutkan, Adam adalah salah satu makhluk Allah, Ia bersama Hawa (istrinya) menjalani kehidupan di surga, kemudian Allah menurunkannya ke bumi untuk menjadi khalifah (pengelola bumi). Bersama istri dan keturunannya, Adam menjadi penghuni dan pengelola bumi. Kisah diturunkannya Adam ke bumi diawali saat Adam dan Hawa memakan buah Khuldi di surga. Allah melarang keduanya untuk memakan buah Khuldi.
“Dan Kami berfirman: “Hai Adam, diamilah oleh kamu dan istrimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik di mana saja kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini (khuldi), yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zhalim.” (QS Al-Baqarah [2]: 35).
“Kemudian syaitan membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan berkata: “Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi (kekekalan) dan kerajaan yang tidak akan binasa?” (QS Thaha [20]: 120)
Keduanya pun terbujuk dengan rayuan iblis, hingga mereka memakan buah khuldi tersebut.
“Maka keduanya memakan buah tersebut, lalu tampaklah bagi keduanya aurat-auratnya dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun (yang ada di) surga, dan durhakalah Adam kepada tuhan dan sesatlah dia.” (QS Thaha [20]: 121)
Menurut Ibnul Atsir, Adam AS awalnya menolak mengikuti bujukan iblis, namun desakan Siti Hawa yang begitu kuat, akhirnya membuat Adam ikut memakan buah tersebut. Lihat An-Nihayah fi Gharib Al-Hadits, karya Ibnul Atsir jilid 3 hlm. 158.
Keduanya lalu bertobat dan memohon ampun kepada Allah dan Allah menerima tobat mereka dan memilih Adam sebagai Rasul-Nya.
“Kemudian Tuhannya memilihnya (menjadi Rasul), maka Dia menerima tobatnya dan memberinya petunjuk.” (QS Thaha [20]: 122)
Kendati Allah SWT telah menerima tobat Adam dan Hawa, namun sebagaimana kehendak Allah untuk menjadikannya sebagai khalifah di bumi, maka Adam dan Hawa lalu diturunkan ke bumi.
“turunlah kamu! Sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain. Dan bagi kamu ada tempat tinggal dan kesenangan di bumi sampai waktu yang ditentukan.” (QS al-Baqarah [2]: 36)
“Turunlah kamu semua dari surga! Kemudian jika benar-benar datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barangsiapa mengikuti petunjuk-Ku, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.” (QS al-Baqarah [2]: 38)
Di bumi, Adam dan Hawa bertempat tinggal serta mengembangkan keturunannya. Lihat firman Allah SWT dalam surah Al-A’raf [7]: 24-25.
“Turunlah kamu! Kamu akan saling bermusuhan satu sama lain. Bumi adalah tempat kediaman dan kesenangan sampai waktu yang telah ditentukan. Di sana kamu hidup, disana kamu mati dan dari sana (pula) kamu akan dibangkitkan.” (QS Al-A’raf [7]: 24-25)
Selain Adam dan Hawa, Allah juga menurunkan Iblis dan ular ke bumi. Sebelumnya, iblis lebih dahulu diusir dari surga karena tidak mau sujud kepada Adam. Al-Imam Abu Ja’far Muhammad bin Jarir At-Thabari RA dalam tafsirnya ketika menerangkan ayat ke-36 surah Al-Baqarah [2], membawakan sebuah riwayat dengan sanad bersambung kepada para sahabat Nabi SAW seperti Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, dan lainnya
“Ketika Allah memerintahkan kepada Adam dan Hawa untuk tinggal di surga dan melarang keduanya memakan buah khuldi, iblis memiliki kesempatan untuk menggoda Adam dan Hawa, namun, ketika akan memasuki surga, iblis dihalangi oleh malaikat. Dengan tipu muslihatnya, iblis kemudian mendatangi seekor ular, yang waktu itu ia adalah hewan yang mempunyai empat kaki seperti unta, dan ia adalah hewan yang paling bagus bentuknya. Setelah berbasa-basi, iblis lalu masuk ke mulut ular dan ular itu pun masuk ke surga sehingga iblis lolos dari pengawasan malaikat.” (Tafsir At-Thabari)
Gunung Tertinggi
Lalu, setelah dikeluarkan dari surga, dimanakah Adam dan Hawa diturunkan? Para ulama berselisih pendapat mengenai hal ini. Mayoritas ulama sepakat bahwa keduanya diturunkan secara terpisah dan kemudian bertemu di Jabal Rahmah, di Arafah.
Mengenai tempat diturunkannya inilah yang menjadi perselisihan pendapat di kalangan ulama. Al-Imam At-Thabari dalam Tarikh Thabari (jilid 1 hlm 121-126), menyatakan, Mujahid meriwayatkan keterangan dari Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib yang mengatakan: “Adam diturunkan dari surga ke bumi di negeri India.” Keterangan ini juga diriwayatkan oleh Thabrani dan Abu Nu’aim di dalam kitab al-Hilyah, dan Ibnu Asakir dari Abu Hurairah RA.
Thabrani meriwayatkan dari Abdullah bin Umar :
“Ketika Allah menurunkan Adam, Dia menurunkannya di tanah India. Kemudian dia mendatangi Makkah, untuk berhaji kemudian pergi menuju Syam (Syria) dan meninggal di sana.” (HR. Thabrani)
Abu Shaleh meriwayatkan juga dari Ibnu Abbas yang menerangkan bahwa Hawa diturunkan di Jeddah (Arab: nenek perempuan) yang merupakan bagian dari Makkah. Kemudian dalam riwayat lain At-Thabari meriwayatkan lagi bahwa Iblis diturunkan di negeri Maisan, yaitu negeri yang terletak antara Basrah dengan Wasith, sedangkan ular diturunkan di negeri Asbahan (Iran).
Riwayat lain menyebutkan, Adam diturunkan di bukit Shafa dan Siti Hawa di bukit Marwah. Sedangkan riwayat lain menyebutkan Adam AS diturunkan diantara Makkah dan Thaif. Ada pula yang berpendapat Adam diturunkan di daerah India sementara Hawa di Irak.
AlQuran sendiri tidak menerangkan secara jelas di mana Adam dan Hawa diturunkan. AlQuran hanya menjelaskan tentang proses diturunkannya Adam dan Hawa ke bumi. Lihat Al-Baqarah [2]: 30-39 dan Al-A’raf [7]: 11-25.
Sementara itu, menurut legenda agama Kristen, setelah diusir dari Taman eden (Surga), Adam pertama kali menjejakan kakinya di muka bumi di sebuah gunung yang dikenal sebagai Puncak Adam atau Al-Rohun yang terdapat di Sri Langka.
Menurut At-Thabari, tempat Adam diturunkan adalah di puncak gunung tertinggi di dunia. Keterangan At-Thabari ini kemudian diikuti oleh para ahli geografi modern, dan merupakan pendapat yang paling kuat dasarnya.
Pendapat ini juga diikuti oleh Syauqi Abu Khalil dalam bukunya Atlas Al-Qur’an, dan Sami bin Abdullah Al-Maghluts dalam Atlas Sejarah Nabi dan Rasul. Para ahli geologi telah melakukan berbagai penelitian mengenai gunung tertinggi di dunia, mulai dari dartan Asia, Eropa, Afrika, Amerika, hingga Australia. Dan dari penelitian itu disepakati bahwa gunung tertinggi di dunia adalah Gunung Everest (Mount Everest) yang ada di daerah Himalaya, mencapau 8.848 meter dari permukaan laut (dpl). Dari sinilah para ahli meyakini bahwa Adam memang diturunkan di daerah ini, yaitu di puncak tertinggi di dunia (Mount Everest).
Diturunkan untuk Menjadi Khalifah
Dalam berbagai riwayat, termasuk dalam kepercayaan orang-orang non-muslim sebagaimana keterangan kitab-kitab mereka, Adam dan Hawa diturunkan ke bumi akibat perbuatan mereka yang melanggar larangan Allah SWT. larangan tersebut adalah memakan buah khuldi, karena tergoda oleh rayuan dan bujukan Iblis. Sebagian umat islam juga mempercayai hal ini, yaitu mereka (Adam dan Hawa) diturunkan ke bumi ini akibat melanggar larangan Allah yaitu memakan buah khuldi.
Tentu saja, anggapan ini keliru dan sangat berbahaya bagi akidah umat islam. Sebab, dengan meyakini diturunkannya Adam dan Hawa karena perbuatan mereka memakan buah khuldi, berarti umat manusia saat ini menanggung dosa (warisan) sebagaimana kepercayaan dalam agama lain. Hal inilah yang ditolak oleh islam. Dalam ajaran islam, tidak ada istilah dosa warisan. Setiap orang yang berbuat keburukan, maka dialah yang menanggung dosanya dan tidak ada dosa bagi orang lain yang tidak mengikutinya.
Dalam tafsirnya, Ibnu Katsir menerangkan, andai dosa Adam itu ditanggung pula oleh umat manusia, hal itu bertentangan dengan keterangan AlQuran yang menyatakan bahwa manusia tidak akan memikul dosa orang lain.
“(Yaitu) bahwasanya, seseorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.” (QS An-Najm [53]: 38). Keterangan serupa juga terdapat dalam surah An-An’am [6]: 164, Al-Isra’ [17]: 15, Fathir [35]: 18, Az-Zumar [39]: 7.
Ibnu Katsir menjelaskan, diturunkannya Adam AS ke bumi ini memang direncanakan dan sesuai dengan skenario Allah SWT untuk menjadikannya sebagai khalifah yakni mengelola bumi dan seisinya (QS  [2]: 30). Karena itulah, Allah mengejarkan (ilmu) tentang nama-nama setiap benda kepada Adam, dan tidak diajarkan kepada malaikat, termasuk iblis (QS [2]: 31-37). Dengan ilmu itu agar nantinya anak-cucu Adam di bumi bisa mengetahui dan mengelolanya dengan baik untuk kehidupan mereka di masa-masa berikutnya.
Dengan penguasaan ilmu itu, maka Allah memerintahkan kepada malaikat dan iblis untuk bersujud kepada Adam. Malaikat melaksanakan perintah Allah dan bersujud, sedangkan iblis menolaknya. Dan atas penolakan iblis itu, maka Allah pun mengutuk dan mengusirnya dari surga.
Keterangan inilah yang akhirnya membuat seorang peneliti bidang matematika dari Universitas Kansas, Amerika Serikat, Prof. Dr. Jeffrey Lang, untuk memeluk islam. “Adam diturunkan ke bumi bukan karena dosa yang diperbuatnya, melainkan karena Allah SWT menginginkan seorang khalifah di bumi untuk mengatur dan mensejahterakan alam.” Ujarnya. Lang mengatakan, ia benar-benar berupaya keras memahami ayat 30-39 surah Al-Baqarah [2] yang menjelaskan tentang penciptaan Adam hingga ia diturunkan ke bumi. Ia membandingkannya dengan ajaran agama yang dianutnya terdahulu didalam berbagai literatur dan kitab suci. Namun, ia kecewa dengan hasilnya. Maka ia berusaha untuk terus mencari hingga akhirnya menemukan jawabannya di dalam AlQuran.
Penjelasan terperinci Jeffrey Lang mengenai hal ini dan pergulatannya dalam memahami islam, ia kemukakan dalam bukunya Losing My Religion: A Call for Help.
Adam bukan Makhluk Pertama
Nabi Adam AS adalah manusia cerdas pertama yang diciptakan Allah SWT. ia diberikan akal pikiran dan dapat mengetahui segala sesuatu, termasuk yang menciptakannya, Allah SWT. dan Adam diciptakan oleh Allah SWT untuk menjadi khalifah di muka bumi, yakni mengelola, merawat dan melestarikannya untuk anak cucunya kelak. (QS Al-Baqarah [2]: 30-39).
Banyak pendapat yang mengatakan, Adam bukanlah manusia pertama. Pendapat ini terekam dalam berbagai buku. Bahkan beberapa diantaranya ditulis oleh penulis muslim. Menurut mereka maknanya bukan menciptakan (khalaqa), melainkan menjadikan (ja’ala). Sebagaimana diketahui, Adam AS memang bukan makhluk pertama yang diciptakan Allah. Sebab, masih ada makhluk lain yang lebih dahulu diciptakan-Nya, seperti Malaikat dan Iblis.
Pendapat yang menyatakan bahwa Adam bukan manusia pertama, salah satunya dikemukakan ole Dr. Abdul Shabur Syahin. Dalam bukunya Ar-Rawafid al-Saqafiyah (Adam Bukan Manusia Pertama? Mitos atau Realita), Syahin mengatakan, Adam adalah Abul Insan, bukan Abul Basyar. Keduanya bermakna sama, yakni bapak (nenek moyang) manusia.
Abdul Shabur Syahin membedakan makna antara al-Insan dan al-Basyar. Karena perbedaan itu, Syahin menegaskan, Adam bukanlah manusia pertama. Menurutnya, Adam bukan diciptakan, melainkan dilahirkan. Makna dari dilahirkan berarti ada orangtuanya. Ia membedakan antara kata ja’ala (menjadikan) dan khalaqa (menciptakan). Menurutnya, dalam surah Al-Baqarah [2]: 30, An-Naml [27]:62, Fathir [35]: 39, kata ‘menjadikan khalifah’ bukanlah menciptakan manusia baru, tetapi meneruskan cara kerja manusia yang sudah ada sebelumnya. Karenanya, kata dia, Adam bukanlah manusia pertama.
Pendapat ini dibantah oleh Syekh Abdul Mun’im Ibrahim. Menurutnya, pendapat yang diutarakan oleh Abdul Shabur Syahin tentang Adam dilahirkan, sangat bertentangan dengan sejumlah ayat AlQuran maupun beberapa hadits Nabi Muhammad SAW yang menyebutkan awal mula penciptaan Adam dari tanah. “Pendapat Abdul Shabur Syahin bahwa Adam dilahirkan oleh kedua orangtuanya, mengingatkan kita pada teori evolusi yang dikemukan Charles Darwin, seorang Yahudi picik yang menulis dalam bukunya Ashl al-Anwa’ (Asal Mula Penciptaan). Darwin berpendapat, manusia berevolusi dari bentuk aslinya ke bentuk sekarang,” tegas Syekh Mun’im Ibrahim, dalam bukunya Ma Qabla Khalqi Adam (Adakah Makhluk Sebelum Adam, Menyingkap Misteri Awal Kehidupan), dan Wafqat Ma’a Abi Adam.
Syekh Mun’im setuju bahwa ada makhluk lain sebelum Adam diciptakan. Artinya, Adam bukan makhluk pertama. Namun demikian, ia sangat yakin bahwa Adam adalah manusia pertama yang berakal yang diciptakan Allah SWT. Pendapat senada dengan penjelasan Syekh Mun’im ini, juga terdapat dalam buku Al-Jamharah karya Abu Darid, At-Tahzib karya Al-Azhari, Diwan al-Adab karya al-FArabi, Mu’jam Maqayis al-Lughah karya Ibnu Faris, Lisanu al-Arab karya Ibnu al-Manzhur Al-Ifriqi, lalu As-Shahhah karya Al-Jauhari, dan al-Mukhtar karya Ar-Razi.
Sejumlah pihak mengatakan, bahwa sebelumnya telah ada makhluk lain yang disebut manusia (Nisnas) dan mengelola bumi ini. Namun, mereka bukanlah manusia (Nisnas) yang berakal sehingga dalam pengelolaannya makhluk itu banyak melakukan kerusakan dan kehancuran. Itulah, menurut berbagai pendapat, sehingga malaikat berkata kepada Allah, bahwa makhluk yang diciptakannya untuk mengelola bumi itu akan melakukan kerusakan, sebagaimana pendahulunya. Wa Allahu A’lam.
Makhluk Pertama
Lalu, apa atau siapa makhluk yang pertama kali diciptakan Allah SWT? menurut Syekh Mun’im, makhluk yang pertama kali diciptakan adalah qalam(pena). Dari Ubadah bin As-Shamit, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Awal makhluk yang Allah SWT ciptakan adalah pena, lalu Dia berkata kepada pena, ‘Tulislah.’ Pena berkata, ‘Apa yang aku tulis?’ Allah berkata, ‘Tulislah apa yang akan terjadi dan apa yang telah terjadi hingga hari Kiamat.”
Imam Ahmad RA meriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda: “Bahwa makhluk yang pertama kali Allah ciptakan adalah pena, lalu Dia berkata kepada pena tersebut, ‘Tulislah.’ Maka pada saat itu berlakulah segala apa yang ditetapkan hingga akhir kiamat.” (Lihat Musnad Ahmad RA).
Dalam riwayat lain, ada yang mengatakan, makhluk yang pertama diciptakan adalah dawat (tinta), lalu pena. Ada pula yang menyebutkan, air pertama kali diciptakan.
Menurut Syekh Mun’im, pena adalah makhluk pertama yang diciptakan. Pendapat ini telah di-tarjih dan dikuatkan oleh Ibnu jarir dan Nashiruddin al-Albani RA. Setelah Allah menciptakan qalam, maka kemudian dilanjutkan dengan penciptaan tinta (dawat). Selanjutnya, Allah menciptakan air, kemudian arasy (singgasana), kursi, lauh al-mahfuzh, langit dan bumi (semesta), malaikat, surga, neraka, jin dan iblis (syaitan), dan Adam AS. 

ZAMAN NABI NABI

JAMAN NABI-NABI

Pembahasan peradaban pada bagian kedua ini, difokuskan berdasarkan gambaran peradaban pada masa 25 nabi saja yang kisahnya telah umum di percaya dari peradaban nabi-nabi.

Rukun Iman terdiri dari enam hal. Dan salah satunya adalah percaya atau beriman kepada nabi dan rasul-rasul Allah. “… Barang siapa yang ingkar (kafir) kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, sesungguhnya orang itu telah tersesat sejauh-jauhnya.” (QS. An-Nisaa [4]: 136).
Berapakah jumlah nabi dan rasul-rasul Allah tersebut? Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban didalam shahihnya yang bersumber dari Abu Dzar al-Ghifary berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah SAW, berapakah jumlah para nabi?” Rasul menjawab: “jumlahnya ada 124 ribu orang.” Lalu aku bertanya lagi; “Berapakah jumlah rasul-rasul Allah?” Nabi SAW menjawab, “Jumlahnya ada 313 orang”.
               
Keterangan yang sama juga terdapat dalam kitab Nur Az-Zalam, karya Syekh Nawawi bin Umar al-Jawi al-Bantani,
dan ‘Aqiqah al-Awwam karya Syekh Ahmad Marzuqy. Namun dari sekian banyak nabi dan rasul tersebut, sebanyak 25 orang yang secara jelas disebutkan dalam AlQuran, dan itulah yang wajib diimani oleh umat islam.
Lalu, nama-nama lain yang disebutkan dalam AlQuran dan terbukti banyak berbuat kebajikan, seperti Luqman al-Hakim, Uzair, Dzulqarnayn, apakah mereka juga seorang nabi dan rasul? Tak ada keterangan detail soal ini.
Antara nabi dan rasul ada dua hal yang berbeda. Pendapat umum menyebutkan, kedua gelar tersebut berbeda makna. Rasul bersifat umum dibandingkan dengan nabi. Rasul adalah orang yang diberi wahyu oleh Allah dengan suatu syariat dan diperintahkan untuk menyampaikan kepada kaumnya (umatnya).
Sedangkan nabi, adalah orang yang diwahyukan kepadanya suatu syariat, namun tidak diperintahkan untuk menyampaikannya. Berdasarkan definisi ini, maka setiap rasul adalah nabi, dan sebaliknya, seorang nabi belum tentu diutus menjadi rasul.
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, sebanyak 25 nabi dan rasul yang disebutkan dalam AlQuran, diutus di empat wilayah, yaitu di Jazirah Arabia, Irak, Mesir, serta Syam dan Palestina. Yang terbanyak diutus di wilayah Syam dan Palestina, jumlahnya mencapai 12 orang. Mereka adalah Luth, Ishak, Ya’kub, Ayub, Zulkifli, Daud, Sulaiman, Ilyas, Ilyasa, Zakaria, Yahya, dan Isa AS. Semua nabi dan rasul yang diperintahkan oleh Allah SWT bertugas untuk menyeru umat manusia agar senantiasa beriman kepada Allah dan berbuat kebajikan serta menjauhi segala keburukan.
“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama-sama mereka kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.” (QS. Al-Hadid [57]: 25).
Syekh Umar al-Asyqar dalam kitabnya ar-Rusul wa ar-Risalah, sebagaimana dikutip oleh Sami al-Maghluts, menyatakan, rasul adalah orang yang diberikan wahyu dan suatu syariat baru, sedangkan nabi adalah orang yang diutus untuk menetapkan syariat sebelumnya. Pendapat serupa juga terdapat dalam Tafsir al-Alusi.
Berikut tempat-tempat dan wilayah para nabi yang diutus oleh Allah SWT.
Makkah
Gambar Kota Makkah abad ke 19
Makkah al-Mukarramah adalah tanah yang sangat disucikan oleh umat Islam, sebab, Allah SWT telah menegaskan hal itu dalam AlQuran.
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Kami telah menjadikan (negeri mereka) tanah suci yang aman, sedang manusia di sekitarnya rampok-merampok. Maka mengapa (sesudah nyata kebenaran) mereka masih percaya kepada yang bathil dan ingkar kepada nikmat Allah?” (QS. Al-Ankabut [29]: 67).
“Dan mereka berkata: “ Jika kami mengikuti petunjuk bersama kamu, niscaya kami akan diusir dari negeri kami.” Dan apakah Kami tidak meneguhkan kedudukan mereka dalam daerah haram (tanah suci) yang aman, yang didatangkan ke tempat itu buah-buahan dari segala macam (tumbuh-tumbuhan) untuk menjadi rezeki (bagimu) dari sisi Kami? Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (QS. Al-Qashash [28]: 57).
Sebagai kota yang disucikan, tentu saja Makkah memiliki banyak keistimewaan. Diantaranya, didirikan Baitullah sebagai kiblat umat islam di seluruh dunia. Seluruh kaum muslimin wajib menghadapkan wajah ke arah Baitullah setiap akan mendirikan shalat lima waktu.
Allah juga memberikan keberkahan kepada Makkah. Diantaranya, Allah mengharamkan peperangan di kota ini, dilarang mencabut rumput, dilarang membunuh hewan, dan lain sebagainya.
Selain itu, tentu saja, kemuliaan Makkah karena disinilah Allah mengutus nabi pertama (Adam AS) dan nabi terakhir (Muhammad SAW). Dalam kitab Athlas Tarikh al-Anbiya’ wa ar-rusul, Sami bin Abdullah Al-Maghluts menjelaskan, ada enam orang nabi dan rasul yang diutus Allah di Makkah dan sekitarnya (Jazirah Arabia). Keenam nabi dan rasul itu adalah Nabi Adam AS, Nabi Ismail AS, Nabi Saleh AS, Nabi Hud AS, Nabi Syuaib AS, dan Nabi Muhammad SAW.
Dari 25 nabi dan rasul yang disebutkan dalam AlQuran, hanya enam nabi saja yang diutus di bumi Makkah dan sekitarnya. Sebagian dari 25 rasul itu, pernah berkunjung ke Makkah, bahkan melaksanakan ibadah haji. Diantara mereka adalah Nabi Ibrahim AS.
Selain Makkah, tanah yang disebut suci oleh Allah adalah Palestina dan sekitarnya. “Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari kebelakang (karena taku kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi.” (Al-Maidah [5]: 21). Lihat juga dalam surah Al-Isra[17] ayat 1.
Sedangkan Madinah al-Munawwarah, disucikan oleh Rasulullah SAW. Anas RA. mengatakan bahwa Nabi SAW bersabda: “Madinah itu haram (tanah suci) dari ini sampai ini, tidak boleh dipotong (ditebang) pohonnya, dan tidak boleh dilakukan bi’dah di dalamnya. Barang siapa yang membuat bid’ah (atau melindungi orang yang berbuat bidd’ah) di dalamnya, maka ia terkena laknat Allah, malaikat, dan manusia seluruhnya.” (HR Bukhari).
Dalam hadist lain, Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya tanah haram tidak melindungi orang yang maksiat, orang yang lari dari (hak) darah (orang lain), maupun yang lari dari khurbah (bencana, wabah).” (HR Bukhari).
Mesir
Mesir adalah negeri para raja. Disinilah Firaun (raja-raja mesir) berkuasa, negeri ini telah ada sejak abad ke-32 sebelum masehi, atau sekitar 3200 SM. Sejak Nabi Ibrahim AS, negeri ini sudah ada. Pada saat itu dinasti yang berkuasa adalah Dinasti Usrah di era klasik (3200-2160 SM). Selanjutnya, sebelum masa Firaun, sudah didirikan piramida, itulah yang disebut era Mesir Kuno.
Menurut Sami bin Abdullah Al-Maghluts dalam bukunya Athlas Tarikh al-Anbiya’ wa ar-rusul (Atlah Sejarah Nabi dan Rasul), sedikitnya ada empat periode pada masa mesir kuno ini. Yakni periode Kerajaan Era Klasik (3200-2160 SM). Pada masa ini terdapat sepuluh dinasti yaitu dinasti I-IX.
Periode kedua adalah era pertengahan yang dimulai dari tahun 2160-1585 SM. Di masa ini dinasti yang berkuasa mulai dari dinasti XI-XVII. Pada era ini Hykos menyerbu Mesir. Selanjutnya, Periode ketiga, yaitu kerajaan era baru (1585-1200 SM). Yang berkuasa adalah dinasti XVIII-XX. Di saat inilah Firaun berkuasa dan saat Musa keluar bersama kaumnya dari Mesir.  Terakhir, era kelemahan dan kemunduran (1200-332 SM) yang diwarisi oleh dinasti XXI-XXX. Pada masa ini, Alexander Macedonia masuk ke negeri Mesir.
Al-Maghluts menyebutkan, dinasti XII berada satu masa dengan peristiwa besar dalam sejarah kuno. Di masa ini, Ibrahim AS yang dilahirkan di Irak Selatan, kemudian hijrah ke Suriah dan sempat pergi ke Mesir setelah Suriah mulai mengalami kekeringan. Saat itulah, raja mesir yang berkuasa memberikan padanya seorang pelayan, bernama Hajar, yang akhirnya dijadikan istri oleh Ibrahim.
Sebelum Kairo, ibukota Mesir adalah Asta Tawi, yang berarti penggenggam bumi. Daerah ini terletak di dekat ibukota lama, yaitu Memphis. Pendiri dinasti ini adalah Amenhotep I yang memiliki perhatian besar pada pembangunan benteng-benteng di delta timur dan barat. Kekuasaannya kemudian dilanjutkan oleh Snosert I. disebutkan, Snosert I inilah yang menggali kanal dan meyambungkan antara sungai Nil dan Laut Merah.
Diantara para penguasa dari dinasti XII adalah Amenhotep II, kemudian Snosert II. Setelah itu, roda kekuasaan dipegang oleh Amenhotep III yang masa pemerintahannya terkenal aman dan sejahtera. Raja ini membangun beberapa pyramid di negeri Hawarah di daerah al-Fayyum. Politik luar negeri pada masa dinasti XII ini ditekankan pada pengutamaan hubungan harmonis dengan Negara tetangga. Semikian disebutkan Dr. Jamal Abdul Hadi dan Wafa’ Raf’at dalam kitab Tarikh Ummah Muslimah Wahidah fi Misri wa Irak.
Selain al-Fayyum, terdapat sekitar 25 kota besar lainnya di Mesir waktu itu. Diantaranya, Kairo, Memphis, Luxor, Aswan, Asyut, al-Bahr al-Ahmar (Laut Merah), Iskandariyah, Ismailiyah, dan lainnya.
Di era modern ini, Mesir sebagian wilayahnya terletak di Afrika bagian timur laut. Secara total luas Mesir mencapai hamper satu juta kilometer persegi, tepatnya 997.739 kilometer. Wilayah Mesir mencakup semenanjung Sinai (dianggap sebagai wilayah Asia Barat Daya), sedangkan sebagian lainnya di wilayah Afrika Utara. Mesir berbatasan dengan Libya di sebelah barat, Sudan di selatan, jalur Gaza dan Israel di utara-timur, dan berbatasan dengan perairan Laut Tengah di utara dan Laut Merah di timur.
Dalam AlQuran, Allah mengutus sebanyak 25 Nabi dan Rasul. Dan dari 25 itu, tiga orang Nabi yang diutus ke wilayah Mesir ini. Ketiga nabi dan rasul tersebut adalah Yusuf AS, Musa AS, dan Harun AS.
Irak
 
Irak adalah salah satu negeri tempat diutusnya nabi dan rasul Allah. Sedikitnya ada empat nabi dan rasul yang diutus di negeri ini. Yaitu Idris, Nuh, Ibrahim, dan Yunus.
Nabi Idris diutus di wilayah Irak Kuno, tepatnya di daerah Babylonia. Nabi Nuh diutus di wilayah Mesopotamia, Ibrahim di wilayah Babylonia, dan Yunus di daerah Ninawa (Ninive).
Keempat nabi dan rasul ini diutus oleh Allah dengan membawa bukti-bukti yang nyata. “Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.” (QS Al-Hadid [57]: 25).
Mereka semua senantiasa menyeru umat manusia ke jalan yang lurus, yakni menyembah Allah dan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Ada beberapa kota yang terkenal di Irak, diantaranya Baghdad, Basrah, dan Kufah. Hingga kini ketiga kota tersebut terkenal sebagai pusat penyebaran agama Islam. Bahkan, pada masa Dinasti Abbasiyah, kota Baghdad menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan dan mencapai puncaknya (golden age) pada masa Khalifah Harun ar-Rasyid.

Syam dan Palestina
Peninggalan Kota Syam (sekarang meliputi Syria, Palestina, Yordania dan Libanon)
Sementara itu, di Syam dan Palestina terdapat 12 orang nabi dan rasul yang diutus oleh Allah di wilayah tersebut. Mereka adalah Luth, Ishak, Ya’kub, Ayub, Zulkifli, Daud, Sulaiman, Ilyas, Ilyasa, Zakaria, Yahya, dan Isa AS.
Tentu ada pertanyaan besar, mengapa nabi dan rasul banyak diutus Allah di Syam dan Palestina? Apakah sudah begitu sesatnya umat manusia sehingga Allah mengutus banyak nabi dan rasul pada kedua daerah tersebut? Tak ada keterangan yang kuat mengenai hal ini. Tentu saja, semua itu adalah kehendak (iradah) Allah.
Yang pasti, tujuan nabi dan rasul berdakwah adalah untuk menyeru umat manusia agar kembali ke jalan yang lurus dan senantiasa beriman kepada Allah SWT.
Dan mengapa pula diutusnya di kedua wilayah tersebut? Dalam AlQuran, Allah SWT berfirman, bahwa Palestina dan Syam adalah negeri yang diberkahi oleh Allah SWT, selain Makkah dan madinah.
“Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari kebelakang (karena takut kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi.” (QS Al-Maidah [5]: 21)
“Dan kami selamatkan Ibrahim dan Luth ke sebuah negeri yang Kami telah memberkahinya untuk sekalian manusia.” (QS Al-Anbiya [21]: 71)
“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Aqsha yang telah kami berkahi sekelilingnya.” (QS Al-Isra [17]: 1)
Semua ahli tafsir sepakat, bahwa negeri yang diberkahi dalam ayat di atas adalah Syam dan Palestina. Misalnya, dalam Al-Qur’an Digital disebutkan, yang dimaksud dengan negeri dalam keterangan ayat di atas adalah Syam dan Palestina. Allah memberkahi negeri itu, karena kebanyakan nabi berasal dari negeri ini dan tanah nya pun subur.
Palestina misalnya, disebut sebagai salah satu negeri tertua di dunia. Dan Palestina, tepatnya Yerusalem, kota ini disebut sebagai Kota Tiga Iman. Demikian Karen Amstrong menyebutnya. Dan dia menyatakan, sebelum abad ke-20 SM, negeri ini telah dihuni oleh bangsa Kanaan.
Prof. Dr. Umar Anggara Jenie, dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), menyatakan, Kota Jerusalem merupakan bukti yang paling baik dalam kekunoan pemukiman-pemukiman bangsa Arab – semistis purba Palestina – yang telah berada di sana jauh sebelum bangsa-bangsa lainnya dating.
Kota ini didirikan oleh suku-suku Jebus, yaitu cabang dari bangsa Kanaan yang hidup sekitar 5000 tahun lalu. “Yang pertama mendirikan Jerusalem adalah seorang raja bangsa Jebus-Kanaan,” ujarnya.
Wajarlah bila di negeri ini banyak diutus para nabi dan rasul, karena merupakan salah satu kota tertua di dunia. Di negeri ini terdapat Haikal Sulaiman dan Kerajaan Daud, juga tempat kelahiran Isa, tempat diadzabnya kaum Luth, tempat Zakaria melaksanakan shalat, tempat Rasulullah SAW melaksanakan Isra dan Mi’raj, Masjidil Aqsha, dan lainnya. Bahkan di salah satu menara masjid di Damaskus, dipercaya sebagai tempat turunnya Nabi Isa di Akhir jaman nanti.